Cobaan Sebelum Menikah #Part 4 - Final


Somewhere di antara langit Denpasar dan Lombok, 4 Mei 2016 - 2 hari menuju akad


Pikiran sudah tenang, saya lihat ke luar jendela lagi. Favorit saya memang duduk di dekat jendela 💜

Tiba-tiba mata saya menangkap sesuatu. Setelah beberapa detik baru sadar, "Loh itu kan pesawat!" Ada 2 pesawat yang terlihat oleh mata saya di sebelah kiri pesawat ini. Wah ini bukan pemandangan yg biasa ini. Segera saya ambil handphone dan mengabadikannya.

Perhatikan lingkaran merah


Yaiyalah Bandara Internasional, di jam sibuk, tapi runway nya out of service. Pasti banyak pesawat lain yang bernasib sama seperti kami. Later on, saya dapat informasi bahwa penerbangan tujuan Denpasar banyak yang dialihkan ke Bandara Lombok hingga maximum capacity. Sisanya dialihkan ke Bandara Juanda Surabaya. -Kok ya bukan pas pesawat saya yang dialihkan ke Surabaya. Kan justru malah menguntungkan buat saya-. Tapi yasudah lah.

Proses landing di Lombok pun kita mengalami hal yang sama seperti di Denpasar, yaitu holding. Ya ampun, saya kembali deg deg an takut tiba-tiba ada pengumuman yang sama lagi dari pilot. Tapi syukurlah kami akhirnya bisa mendarat dengan sempurna di Lombok.

Saat pintu pesawat dibuka, saya sudah bersiap-siap turun sambil memasang muka datar. Mau sedih sudah terlalu dalam sedihnya, mau seneng kok ya aneh.

Pesawat yang saya tumpangi ini adalah pesawat ATR yang hanya memiliki satu pintu, dan pintunya di belakang. Otomatis ketika saya akan keluar pesawat, saya harus berjalan ke belakang.

Saat sedang antri untuk keluar, selang 2 kursi di depan saya ada sepasang Ibu Bapak tua bule. Kira-kira umurnya sekitar 50-60 tahun. Ekspresi muka mereka ekspresi kebingungan. –Kasian banget tersesat di negeri orang-. Lantas mereka melihat saya. Mereka tidak bisa Bahasa Indonesia, apalagi mengerti peta Indonesia.

"Is this Bali??"
"Tidak Bu, kita sekarang di Lombok"
"Lombok itu dimana?"
"Lombok itu bandara terdekat dari Bali. Tidak jauh kok"
"Kenapa kita di Lombok??"
"Iya Bu karena runway di Bali sedang ada perbaikan sehingga kita tidak bisa mendarat"
"Rusak?? Rusak kenapa?"
"Saya juga tidak tahu Bu. Mari kita tanyakan kepada petugas yang ada di darat"
"Ooh okee. Saya ikut kamu ya"
"Iya Bu ikuti saya saja. Itu petugas daratnya menginstruksikan kita untuk ke ruang tunggu lantai 2. Mari kita pergi ke sana"
Begitulah, akhirnya saya menjadi semacam tour guide mereka.
Sebenarnya saya ini belum sembuh total. Selama saya di posisi tidur atau duduk saya memang merasa baikan. Tapi jika saya berjalan atau berdiri terlalu lama, gejala-gejala itu muncul lagi. Selama berjalan menuju waiting room, saya merasakan itu lagi. Badan kembali demam, telinga mulai berdengung kencang, dan demi Allah pandangan saya nggak bisa stabil. Saya merasa semua objek di depan saya ini naik turun. Saya ngga tau itu istilah medisnya apa, tapi itu yang saya rasakan sepanjang jalan.

Ini adalah kali pertama saya menginjakkan kaki di Bandara Lombok, jadi saya sama sekali buta arah. Namun dengan membawa dua bule ini, dan demi kepastian saya sampai di Surabaya, saya harus tetap kuat, atau dikuat-kuatin. Berbekal papan penunjuk, sampailah kami di waiting room. Saya kembali menanyakan kepastian Bandara Denpasar kembali di buka, namun petugas menyatakan masih belum ada informasi lebih lanjut. Saya kembali menyampaikan hal itu pada 2 teman bule ini, yang ternyata berasal dari Italia.

Sembari duduk, saya mencari informasi dari grup kantor. Ternyata penyebab semua ini terjadi adalah adanya aspal runway yang terkelupas. Saat ini masih diperbaiki. Diprediksi bandara akan kembali dibuka jam 10 malam. Dan kemungkinan besar pesawat saya yang ke Surabaya jadi misconnect.

Oke berarti malam ini saya bisa balik sampai Denpasar, mari kita cari tiket lanjutan untuk besok pagi Surabaya Denpasar. Masih ada seat barang sebiji dua biji, alhamdulillah. Minta tolong staff ticketing di Ende untuk booking, namun tidak bisa cetak tiket saat itu juga. Masih harus ini itu (terlalu teknis untuk diceritakan). Hmphhh.

Badan saya sudah remek rasanya. Benar-benar ingin istirahat. Saya ingin istirahat malam ini di Lombok, tanpa perlu menunggu ke Denpasar lagi. Namun saya tidak akan meninggalkan bandara jika tidak mendapatkan tiket yang sudah pasti.

Pilihan kedua adalah membeli tiket baru untuk Lombok-Surabaya tanpa transit. Cek sistem, masih ada seat. Alhamdulillah masih ada kesempatan. Segera saya mencari kantor ticketing maskapai tempat saya kerja. Pandangan naik turun tidak menyurutkan niat saya untuk segera membeli tiket baru. Sampailah saya di kantor ticketing maskapai tersebut yang ternyata berada di lantai 1. Saat itu hanya dijaga oleh satu orang dan saya sampaikan saya akan membeli tiket khusus pegawai untuk tujuan Lombok ke Surabaya besok pagi. Namun lagi-lagi alternatif tersebut gagal dikarenakan masalah administrasi. Ya Allah untuk berjalan saja saya sudah bersusah payah, tapi semua usaha saya stuck.

Saya sudah tidak kuat rasanya. Saya segera ke mushola untuk sholat maghrib dan isya’, sekaligus berdiam diri mengistirahatkan badan. Air mata sudah berada di ambang mata, namun masih saya tahan. Be strong! Kalo sampai pingsan, siapa yang akan membantu saya? Saya sendirian di sini.

Di rakaat ke 2 shalat isya’ saya, saya merasa handphone bergetar. Aahh sudahlah nanti saja saya telpon balik. Setelah melakukan salam, saya segera mengecek handphone. Berharap ada kabar baik tentang kepastian nasib saya. Saya lihat panggilan berasal dari nomor tak dikenal, segera saya telepon balik. 

“Halo, selamat malam. Tadi telepon saya ya? Mohon maaf ini siapa ya?”
“Tataaaa ini akuu, Yuliii…. Kamu gimana ini?? Masih kuat kaan?”
“Ceceeee ……” Air mataku sudah tak tertahan lagi. Yang menelepon saya adalah Yuli Kurniawati, sahabat yang bertemu saat masa kuliah. Saya menangis sesenggukan di telepon. Sudah daritadi saya berpura-pura kuat, akhirnya lepas juga sekarang. Sebelumnya memang saya mengabarkan kondisi saya di grup WA.

“Loohh Tataaaa.. Sabar yaa.. Kamu gimana inii??”
“Aku ngga kuat cee. Masih belum jelas ini nasibku. Mau gini nggak bisa, mau gitu ngga bisa. Badanku ini demam lagi, telingaku berdengung keras, pandanganku nggak stabil. Tapi tetap takpaksa jalan kemana mana.” Keluar lah keluh kesahku disambi deraian air mataku. Keluh kesah yang nggak mungkin saya sampaikan ke mamaku, karena pasti membuat beliau semakin khawatir.

“Sabar ya Taa.. Ngga papa nangis dikeluarin aja dulu semuanya Taaa”

Saya mendengarkan dia sambil tetap menangis. Meluapkan keputusasaan saya terhadap kondisi runway yang tiba-tiba rusak, badan saya yang nggak support maupun segala langkah saya yang gagal. Kenapa runway-nya harus rusak di saat badan saya sedang tidak kondusif dan pernikahan hanya selang 2 hari, Ya Allah??

Saya sesenggukan sekitar 5 menit. Bukti ilmiah menunjukkan bahwa menangis dapat mengurangi stress karena dapat mengeluarkan hormone penyebab stress. Memang rasanya lega setelah meluapkan semua emosi saya dalam tangis. Efek setelahnya adalah beban di hati terasa terangkat. Lebih legowo kata orang Jawa.

“Minta doanya ya, Cee. Semoga aku masih bisa kuat dan sisa perjalanan tetap lancar.”
Terima kasih ya Cee sudah menelpon ku saat itu 💜
Alhamdulillah sudah lebih ringan rasanya. Sepertinya memang tidak ada lagi yang bisa saya lakukan selain menunggu.

Selang dua jam, ada kabar baik dari grup WA kantor. Proses pengerjaan runway yang terkelupas lebih cepat dari yang seharusnya. Pukul 20.45 Bandara Ngurah Rai akan kembali dibuka, dan dijadwalkan pesawat yang saya tumpangi akan take off menuju Denpasar pada pukul 21.20. Kabar buruknya adalah saya misconnect dengan pesawat tujuan Surabaya.

Alhamdulillahirabbil alamin. Syukurlah kepastian sudah keluar. Sisa satu masalah lagi yaitu tiket pengganti saya ke Surabaya besok pagi masih belum confirm. Yasudahlah lihat nanti dulu.

Proses boarding berlangsung lancar. Pesawat landing di Denpasar sekitar pukul 22.45. Sesampainya di terminal saya segera melaporkan diri ke transfer desk.

“Malam Pak. Saya penumpang dari Ende yang tadi divert ke Lombok. Penerbangan lanjutan saya yang ke Surabaya nggak connect Pak. Bisa dibantu Pak?” Saya melapor sambil menyerahkan boarding pass. Total ada dua orang yang penerbangannya misconnect ke Surabaya. Penumpang di samping saya sudah dipastikan dapat seat untuk besok dan penginapan untuk malam ini.

“Wah ini tiket pegawai ya. Waduh bentar ya, kayanya nggak dapat penginapan ini”

Ya Allah apalagi ini. Trus saya harus ngemper di bandara??

Superior saya yang mengerti keadaan saya segera berkoordinasi dengan staff di Denpasar. Telepon kesana telepon kesini akhirnya keluarlah approval akomodasi untuk saya. Bersamaan dengan itu Bu Ai menginformasikan bahwa tiket lanjutan saya besok pagi ke Surabaya sudah confirm. Alhamdulillah bersyukur sekali malam itu karena kepastian sudah di tangan. Terima kasih Bu Ai dan teman-teman ticketing Ende 💜

Pukul 00.30, staff Customer Service mengkonfirmasikan bahwa kami akan menginap di Prama Sanur Beach Hotel. Penasaran dengan hotel ini, saya langsung googling. Alhamdulillah hotel bintang 5. Hihihiii.

Surabaya, 5 Mei 2016 – 1 hari menuju akad

Keesokan harinya semua rencana perjalanan saya berjalan dengan sangat lancar. Hanya berdua dengan adik tersayang, saya melakukan perjalanan Surabaya ke Lumajang. Alhamdulillah perjuangan mudik sudah berakhir. Semoga esok di hari akad pernikahan saya semua berjalan lancar..

Pemasangan Dekorasi di Rumah


0 komentar:

Posting Komentar