Sebuah Penantian

Menikah itu mudah. Hanya bersalaman dengan wali mempelai wanita, disaksikan oleh 2 orang saksi dan mengucap “Saya terima nikah dan kawinnya Fulan binti Fulani dengan mas kawin xxxx tunai.” Dan kemudian SAH lah sudah hubungan diantara keduanya.

Yang susah itu ya mencari mempelainya, dan segala administrasi yang mengikutinya. Contohnya saya yang orang Lumajang nikah dengan orang Sidoarjo. Otomatis harus bikin KK baru mengikuti domisili yang terbaru. Setelah resmi menikah dan memiliki buku nikah, pihak suami dan istri harus melalukan pisah KK dari orangtua masing-masing. Selanjutnya membuat KK baru dengan melakukan pengurusan di RT/RW tempat domisili yang baru - lanjut ke Kelurahan - Kecamatan - terakhir pencetakan KK di Dispendukcapil. Kalau berkasnya lengkap, dalam satu minggu KK baru dengan hanya dua nama yaitu suami dan istri bisa didapat.

Naah selain KK, yang juga penting adalah pembuatan KTP. Waktu itu di tahun 2016 sedang hangat hangatnya kasus mega korupsi e-KTP. Dampaknya adalah KTP kami harus dipending hingga waktu yang tidak ditentukan dengan alasan blangko habis. Agak nyebelin sih alasan ini. Kalo emang habis yaudah sih kirim email aja ya ke kami, nanti kami isi dan print sendiri. Sebagai gantinya kami diberikan lembar KTP pengganti yang masa berlakunya hanya 6 bulan. Males banget kan ngurus begituan setiap 6 bulan sekali. Demi alasan kemalasan kepraktisan, kami hanya memperpanjang kalo ada butuhnya aja.

Minggu lalu iseng-iseng suami ke kecamatan menanyakan e-KTP, eehh ternyata sistemnya lagi error. Petugas meminta suami meninggalkan fotokopi surat pengganti KTP dan nomor handphone. Esoknya suami diberi kabar e-KTP sudah jadi dan bisa diambil. Dan voilaaa, setelah penantian DUA tahun ini dia yang dinanti-nanti



0 komentar:

Posting Komentar